Header Ads

Indonesia Merdeka, Secara Historis Sajakah?

Opini, Yogi -- Merdeka dapat diartikan dengan kata bebas, dari kata freedom yaitu kebebasan, yang mana setiap manusia bebas berpendapat, berpolitik, belajar, bebas untuk berobat ke rumah sakit. Tentunya, apabila dikaitkan dengan sebuah negara merdeka, merdeka harus bebas dari kemiskinan, bebas dari ketidakadilan, bebas dari korupsi, dan lebih menyejahterakan masyarakat.

Apabila kita mengerti hal tersebut, maka kita berharap dan bermimpi hidup disebuah negara yang benar-benar merdeka dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban rakyatnya, hukum yang benar-benar ditegakkan, keadilan yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu membayar uang sekolah yang bisa dikatakan mahal, tidak ada lagi masyarakat yang tidak diterima oleh rumah sakit karena orang tersebut dikategorikan miskin, pelayanan yang jauh dari kata baik ketika mendapatkan perawatan, bahkan ada yang harus diusir karena tidak mempunyai uang. Tidak ada lagi kata diskriminasi dan semacamnya, masih banyak lagi arti kemerdakaan yang sebenarnya.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dengan penduduk yang sangat banyak, dengan sumber daya alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke, hasil dari dalam tanah dan laut sangat melimpah, dengan belasan ribu pulau, lautan yang sangat luas, dilengkapi tanah yang subur serta beragam budaya, suku, bahasa, dan agama, membuat negara Republik Indonesia benar-benar menjadi berlian di belahan dunia, dan dengan mempunyai segudang kekayaan tersebut, maka mungkin saja Indonesia akan menjadi negara yang bisa disebut negara adidaya yang tidak mungkin membuat rakyatnya miskin, malah rakyatnya akan sangat sejahtera.

Kenyataan yang terjadi di negeri ini, kemerdekaan hanya kita ungkapkan ketika belajar sejarah, ketika kita melihat patung para pahlawan kemerdekaan, ketika menjelang hari kemerdekaan Republik  Indonesia dengan perayaan pesta rakyat yang digelar di tiap-tiap daerah. Kenyataannya adalah kemerdekaan yang kita rasakan hanyalah sebagai historis, hanya sebagai ungkapan hari perayaan nasional saja, ketika kita mengingat para pahlawan kemerdekaan saja.

Kemerdekaan yang kita rasakan hanya lantas diucapkan saja, sangat jauh dari kata merdeka dengan apa yang kita lihat dan rasakan di negeri ini, dengan sumber daya alam yang melimpah tetapi masih banyak masyarakatnya yang miskin dan mengemis, dengan penduduk yang sangat banyak, tetapi juga masih banyak rakyatnya yang menganggur karena kekurangan lapangan pekerjaan, banyak anak yang putus sekolah karena orang tua yang tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkan anaknya. Indonesia mempunyai tanah yang terkenal subur, tetapi kenyataannya negeri ini mengimpor banyak beras, garam, dan sejumlah hasil pertanian lainnya, sungguh miris dengan apa yang terjadi di negeri ini.

Banyak daerah yang tidak mempunyai pasokan listrik, banyak sekali daerah yang mempunyai infrastruktur yang sangat buruk, anak-anak harus pergi sekolah melewati jembatan yang hampir rubuh, bahkan di ibu kota negeri ini sekalipun, banyak pasien yang diusir karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit.

Para pemimpin bangsa, dari daerah maupun pusat, begitu juga dengan para wakil rakyat yang melakukan korupsi kolusi dan nepotisme, hukum yang tidak adil "bisa diperjual-belikan" di negeri ini kenyataannya adalah hukum benar-benar ditegakkan ke masyarakat miskin tetapi lemah ditegakkan ke masyarakat kaya atau pejabat, pemimpin dan penguasa di negeri ini. Sering kita sebut bahwa hukum itu tajam kebawah tetapi tumpul keatas, membuat semakin lengkap kehancuran negeri dengan kata 'merdeka'.

Ironis sekali ketika kita melihat kenyataan yang ada di Indonesia. Ketika sudah kurang lebih 70 tahun merdeka, kita hanya merdeka secara historis, kita hanya memiliki ungkapan tersebut ketika kita merayakan hari jadi negara ini, tetapi sekali lagi yang kita rasakan hanya merdeka dari sejarah saja.

Merdeka hanya dirasakan oleh kaum-kaum borjuis, bos dan pejabat serta penguasa negeri, sebaliknya masyarakat kecil justru jauh dari yang dirasakan oleh kata merdeka tersebut. Dengan berbagai hal yang menimpa negeri ini, masalah, musuh, penjajah yang kita hadapi bukan dari luar. Tetapi masalah, musuh, dan penjajah yang sekarang justru berasal dari dalam, dari bangsa sendiri. Ini yang sangat menyulitkan bangsa untuk melakukan perubahan dan perbaikan yang ingin membangunkan negeri kearah yang lebih baik, sangat sulit sekali untuk membangun negeri kejalan yang dicita-citakan para leluhur bangsa, yang rela menumpahkan jiwa dan raganya untuk membuat Indonesia merdeka dari para penjajah.

Saya membaca salah satu kutipan di artikel sejarah, lupa judul artikelnya, diungkapkan oleh founding father kita Ir. Soekarno tetapi kurang lebih seperti ini, “Dahulu kita mudah mengusir musuh kita (penjajah) tetapi kalian akan lebih sulit karena musuh kalian adalah bangsa sendiri,” Apa yang dikatakan oleh sang proklamator memang benar, musuh kita adalah bangsa sendiri, yang dibilang laten. Koruptor merajalela dimana-mana, praktek-praktek kotor dilakukan oleh pejabat yang mana itu adalah bangsa kita sendiri.

Banyak anak muda yang terjerumus kedalam narkoba, pergaulan bebas seperti sex bebas dengan kurangnya perhatian dari orang tuanya, dan lain-lain. Hedonisme telah merajalela di negeri ini, gaya hidup bermewah-mewahan yang dilakukan oleh para pejabat negeri, sangat disayangkan karena berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat, masih banyak sekali rakyat miskin yang bahkan untuk makan pun sulit, banyaknya rumah yang tidak layak huni tersebar hampir diseluruh daerah di Indonesia.

Negeri ini terkenal dengan beragam budaya yang tersebar di tiap daerah di Indonesia, bahkan terkenal dengan keramahan masyarakatnya, budaya yang khas dengan berbagai hasil mendunia sudah kita hasilkan mulai dari batik, kesenian tari-tarian, senjata khas daerah, dan banyak lagi. Tetapi justru seolah kita melupakan budaya sendiri, lihat saja anak muda sekarang, mereka lebih menganggap hebat budaya-budaya luar, menyerap gaya hidup bebas dan hedonisme ala barat. Budaya-budaya yang justru lebih indah dan lebih sopan yang dihasilkan oleh negeri ini justru dianggap kampungan dan malah malu untuk dipakai atau dipelajari. Ironis sekali, negeri merdeka yang seharusnya lebih sejahtera dan lebih dicintai dengan dihargai sejarah dan budayanya, justru anak mudanya sekarang malah meninggalkan bahkan tidak tahu sama sekali budayanya sendiri.

Rakyat Indonesia akan marah apabila ada negara lain yang mengklaim hasil budaya dari Indonesia, contohnya seperti batik yang di klaim oleh negara tetangga kita Malaysia, yang dengan seenaknya mengklaim batik berasal dari negeri mereka. Kaget dan serentak masyarakat Indonesia marah dan langsung mengakui bahwa batik berasal dari negeri ini, bahkan sebelum batik di klaim pun, pemerintah seolah lupa terhadap batik ini. Ketika ada yang mengklaim baru pemerintah Indonesia menggunakan batik di hari khusus, atau pada acara kenegaraan dan lain-lain. Seperti kebakaran jenggot, serentak di seluruh negeri ini terbangun ketika ada yang mencubit harga dirinya. Sebelumnya masyarakat seolah lupa dengan khas budaya di Indonesia.

Anak-anak muda malu menggunakan bahasa daerah, bahasa ibu, bahasa yang bisa dikatakan jati diri dan identitas negeri ini. Dimanakah spirit kebangsaan negeri ini, dimanakah anak-anak muda yang akan menjadi penerus bangsa untuk membangun negeri, untuk menegakkan keadilan. Dimanakah peran pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya, meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi rakyatnya, menjaga lingkungan untuk anak cucu kita di masa mendatang, meneruskan perjuangan para pahlawan negeri ini. Walaupun pendahulu kita berjuang dan berkorban dengan jiwa dan raganya, kita hanya cukup meneruskan perjuangan mereka dengan belajar dan mempertahankan kedaulatan negara ini.

Tidak ada yang tidak mungkin untuk dapat membenahi negeri menjadi lebih baik, dengan bahu-membahu kompak segenap lapisan masyarakat Indonesia membangun negeri ini menuju kemerdekaan sejati yang telah dicita-citakan para pahlawan kita dan segenap Rakyat Indonesia.

Oleh Yogi Jati Ramanda
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara 2012
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan


Tidak ada komentar