Header Ads

Penuh Protes, Pemerintah Tetap Sahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja


Pelaksanaan Rapat Paripurna terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Selasa (5/10). (Foto: ANTARA Foto, Hafidz Mubarak A).

Bandung, BPPM Pasoendan- Omnibus Law RUU Cipta Kerja resmi disahkan oleh pemerintah Indonesia tepat pada (5/10) pukul 17.55 WIB. Walaupun mendapatkan banyak kritik dari masyarakat tidak menghentikan langkah pemerintah untuk tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja. 

Berbagai bentuk akumulasi protes terhadap RUU Cipta Kerja dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, seperti koalisi masyarakat sipil, serikat-serikat buruh, maupun mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya. Penolakan masyarakat dilatar belakangi oleh muatan pasal-pasal yang sangat kontroversial, karena tidak berpihak pada hak-hak masyarakat, khususnya para pekerja maupun hak lingkungan yang sangat fundamental. 

Elemen buruh sebelumnya sudah memiliki rencana untuk tetap melakukan aksi protes dan mogok massal yang akan diadakan sampai  tanggal 8 Oktober. Dari awal penyusunan Omnibus Law, pada kenyatannya serikat buruh dengan tegas menolak hal tersebut karena dengan alasan bahwa dalam pembahasannya  memiliki potensi dikebirinya hak-hak para pekerja oleh korporasi. Seperti pemangkasan pesangon, peniadaan batas kontrak kerja, jam kerja tanpa batas jelas, serta hilangnya jaminan sosial berupa pensiun dan kesehatan, penghapusan upah minimum bersyarat dan upah minimum sektoral, penghilangan hak cuti dan bayaran atasnya. 

Telah diketahui bahwasannya pihak Kepolisian RI melakukan upaya untuk menekan aksi menyampaikan pendapat di muka umum, hal tersebut secara lebih jelas disampaikan oleh pihak terkait melalui telegram No: STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020. Upaya tersebut memiliki tujuan untuk senantiasa  “menjaga situasi, keamanan, dan ketertiban masyarakat yang kondusif” serta “antipisasi aksi unjuk rasa dan mogok kerja...tanggal 6-8 Oktober”.

Dengan tegas disampaikan oleh Kapolri beberapa cara untuk mencegah aksi tersebut, diantaranya dengan melaksanakan berbagai  fungsi intelijen, seperti upaya  untuk meredam serta mengalihkan aksi unjuk rasa, kemudian tidak memberikan izin untuk melakukan unjuk rasa. Kejelasan dari telegram ini telah dibenarkan oleh Kadiv Humas Polri yaitu Irjen Pol Argo Yuwono, dengan menyatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menjaga ‘keselamatan rakyat’ ditengah pandemi COVID-19.

Pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja ini ditengarai dilakukan secara cepat, dalam artian terlalu gegabah dan terburu-buru. Karena pada tiga hari yang lalu, tepatnya Sabtu (3/10), yaitu ketika DPR, DPD, dan Pemerintah menyelesaikan pembahasan tingkat I pada tengah malam, serta menyepakati pelaksanaan pengesahan RUU Cipta Kerja agar dilaksanakan pada tanggal 8 September 2020. Namun, pada kenyataannya, alih-alih mengikuti kesepakatan tersebut, akhirnya dipercepat dan dilaksanakan pada 5 Oktober. 

Pada pelaksanaan Rapat paripurna dihadiri langsung oleh berbagai menteri sebagai perwakilan Pemerintahan Presiden Jokowi, diantaranya Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, bahkan  Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga turut hadir dalam rapat hari ini. 

Mengutip dari CNN bahwa suara mayoritas, yaitu tujuh fraksi yang hadir menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja, diantaranya adalah PDIP, Golkar, Nasdem, PAN, Gerindra, PKB, dan PPP. Sedangkan yang menolak terdapat dua fraksi, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Pada saat diberikan kesempatan untuk menyatakan sikap terhadap RUU ini, partai Demokrat sebagai salah satu fraksi yang menolak, memandang bahwa RUU Ciptaker ini terlalu berorientasi ke arah ekonomi yang kapitalistik dan neoliberlistik.  "Proses pembahasan hal-hal yang krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel, tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society", ujar Perwakilan Fraksi Partai Demokrat, Selasa (5/10).

Mengutip Tirto.id bahwa Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, menegaskan kepada forum, terkait hasil kesepakatan dari agenda-agenda yang sudah disepakati sebelumnya, yaitu dengan meminta persetujuan. Kemudian peserta sidang secara bulat menyetujui hal tersebut. Saking terburu-burunya pembahasan RUU Ciptaker dimajukan menjadi agenda kedua, setelah sebelumnya berada di agenda keempat.  Selain itu, pada saat menentukan keputusan tersebut, sebanyak 257 anggota DPR RI yang dinyatakan bolos atau tidak hadir. Padahal jumlah anggota dewan di DPR 575 orang dan rapat tersebut juga dilakukan via teleconference.

(Sherani Soraya Putri)


No comments