Header Ads

Keresahan Pedagang Kaki Lima di Masa Pagebluk

 


Gerobak jus buah yang menjadi sumber penghidupan Mantho, (Jum'at, 03/08/2021). Sumber: Arya dan Hanggar, BPPM Pasoendan.

Lengkong Besar, BPPM Pasoendan– Hingga saat ini pandemi Covid-19 terus melanda Indonesia, dinamika kontekstual kehidupan masyarakat turut terdampak, pun termasuk di dalamnya para pedagang kaki lima di pinggiran jalan. Kemudian ditambah dengan kebijakan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat  menjadi problematika di tengah masyarakat. Pasalnya bagi para pedagang berakibat pada menurunnya pendapatan sehari-hari secara signifikan.  

Mantho sebagai penjual jus buah, berlokasi di Jl. Sumatera No. 48 mengungkapkan ketika masa awal pandemi usahanya sempat tutup selama tiga bulan, bahkan di minggu pertama mengalami kerugian. “Untuk masa pandemi ini berapa pun pendapatan yang  masih bisa dibawa pulang ke rumah sudah alhamdulillah,” (03/09/2021). 

Ia  juga menyesalkan kebijakan PPKM yang terus diperpanjang, “PPKM sekarang itu diperpanjang terus, dicicil semingu-seminggu, udah kaya kreditan aja, jadi pemerintah  nya udah kaya  punya usaha kreditan, udah lah kita hidup berdampingan dengan Covid nya saja, karena yang paling ditakuti saat ini adalah gak punya uang, ” tambahnya. 

Pentingya Peran Pemerintah dalam Vaksinasi 

Walaupun realita ekonomi yang terbentur dengan pandemi. Namun tidak dapat dipungkiri, kesadaran akan bahaya mematikan dari Covid-19 tidak luput dari perhatiannya,  karena situasinya sudah tidak bisa dihindari lagi. 

Protokol kesehatan  terus dipatuhi, menurutnya kesehatan adalah hal yang penting, karena hidup bukan hanya untuk diri sendiri tapi bagi orang rumah juga. Oleh karena itu ia juga mengikuti kegiatan vaksinasi yang gencar dianjurkan oleh pemerintah. 

”Saya udah vaksin yang pertama, efek sampingnya hanya gak punya uang aja, karena proses untuk mendapatkan vaksin tersebut kan seharian, jadinya gak bisa jualan akhirnya gk ada penghasilan, terus sekarang-sekarang  banyak masyarakat yang membutuhkan karena kemarin-kemarin masih pada takut masyarakatnya,” tuturnya sembari diselingi dengan candaan. 

Vaksinasi sebagai upaya pencegahan dasar untuk mencegah penyakit dengan bekerja merangsang pembentukan imunitas dalam tubuh manusia, nyatanya  di lapangan masih belum merata. 

Ia mengganggap sosialisasi vaksinasi dari pemerintah kepada masyarakat terlalu terlambat, apalagi diperparah dengan penyebaran hoax di masyarakat  mendorong keraguan masyarakat terhadap urgensi vaksin. Sehingga hal tersebut berujung pada kejelasan  informasi dan pemberian vaksinasi yang kurang merata. 

Padahal menurut pandangannya pencegahan dini dapat terjadi jika pemerintah dari awal melakukan langkah preventif, dengan mengoptimalkan penyaringan informasi yang tidak benar  dan menggalakkan sosialisasi vaksinasi. 

“Galakkan terus, bahkan lebih baik lagi jemput bola, dateng ke rumah-rumah warga, apalagi kalau tahun depan vaksin akan bayar, itu akan memberatkan masyarakat,” tegasnya di waktu yang bersamaan. 

Umumnya saat ini proses pendaftaran dilakukan secara online, menimbulkan kebingungan bagi para orang tua yang tidak bisa mengakses internet. “Selain daftarnya harus online, terus ada yang tahu dan nggak tempatnya, lalu orang tua yang gak punya hp gimana, datenginlah, jadi sekarang waktunya pejabat yang turun, obatin dong, kasihan rakyat,” tambahnya. 

Lebih lanjut, menurutnya kondisi anak muda yang hidup di kota juga  tidak menjamin  kepemilikan mereka akan smartphone. Pun yang memiliki juga belum tentu ada kuota internet. Oleh karena itu sudah menjadi tugas pemerintah menindaklanjuti tantangan di masyarakat.
 
Dengan menggebu-gebu ia menyampaikan bahwa rakyat hanya bisa melihat dan mendengar, sedangkan urusan pengambilan kebijakan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian sudah tugasnya harus melayani rakyat, jangan sampai pemerintah yang dilayani oleh rakyat. "Rakyat itu bagaimana pemimpinnya, karena rakyat akan mengikuti pemimpinnya, jangan sampai pemerintah dilayani rakyat", tegasnya.

Terlepas dari semua itu, Mantho menganggap sebetulnya  dari  segi kebijakan pemerintah sudah cukup bagus, maka tinggal pelaksanaannya yang harus jauh lebih baik dan benar. 

“Istilahnya bagaimana mungkin disaat pandemi begini, bansos dikorupsi, terus hukumannya dikurangi gara-gara tersangkanya yang katanya di bully, giliran orang-orang kecil kasihan, janii-janjinya cuman pas pemilihan aja. Lebih kasihan lagi adalah wakil rakyat, dimana posisinya sekarang sebagai penyampai rakyat tidak mampu melaksanakan tugasnya secara keseluruhan,” tegasnya. Sedangkan rakyat sangat membutuhkan medium untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Nyatanya tidak demikian, aspirasi partainya sendiri yang paling vokal diperjuangkan. 

Mahasiswa Sebagai Penyambung Lidah Masyarakat

Mahasiswa juga memiliki peranan yang penting, sudah seharusnya kaum intelektual menjadi garda terdepan menjadi penyambung lidah masyarat. Ketika mengkritisi kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang, salah satu cara yang digunakan mahasiswa yaitu berdemo. Dan dengan adanya demo merupakan gejala tidak hadirnya pemangku kepentingan di tengah masyarakat. 

Ironisnya  pengawalan mahasiswa dirasa kurang konsisten, karena demo yang dilakukan terpaku dalam rentang waktu yang terlalu singkat. Dengan demikian, ia amat menyayangkan independensi mahasiswa dalam mengawasi setiap keputusan pemerintah di tengah situasi masyarakat seperti ini. 

“Kan kemarin udah banyak kebijakan pemerintah yang ditentang mahasiswa, di demo-demo hilang, ada apa? Kalau dulu itu kritisi bener-bener, bahwa mahasiswa itu sebagai pengkritis intelek, gak tahulah posisi mereka sekarang ada dimana bagi masyarakat,” ujarnya. 

Akhir dari perbincangan ditutup dengan pesan Mantho kepada mahasiswa agar tidak mengikuti arus pemerintah begitu saja, jika ditimbang hal tersebut merpakan sesuatu yang positif maka silahkan di dukung,  sedangkan kalau ada yang perlu dikritisi silahkan kritisi, dan mahasiswa lebih tahu caranya untuk menyampaikan pendapat kepada pemerintah. 

Sherani






















No comments