Header Ads

Hati yang Temaram

 


Berkisah tentang seorang Pria pekerja kantoran, di bidang industri kreatif. Pria itu menjabat sebagai Creative Producer. Kesehariannya adalah melakukan dan memikirkan hal-hal yang tentunya kreatif, Sepulang kerja dia selalu menghabiskan sisa waktunya, bercengkrama bersama teman-teman yang sudah dikenalnya sedari bangku SMA. Dari teman-teman SMA-nya, hanya dia yang belum memiliki pasangan.

Si Pria memiliki teman wanita di kantor tempat dia bekerja, yang juga dalam bidang serupa. Wanita itu bernama Wanti. Wanita itu adalah kekasih dari salah satu teman SMA si Pria, yang bernama Butong. Singkat cerita, Butong dan Wanti putus. Akibat putusnya Wanti dengan Butong, membuat Wanti sering menghabiskan waktu dengan si Pria dan sering curhat tentang Butong di kantor tempat mereka bekerja – karena si Pria kawan SMA Butong. 

Wanti tidak segan menjadikan si Pria teman curhatnya, kendati pun Wanti tahu si Pria merupakan atasanya. Putus dari Butong tidak mempengaruhi Wanti terhadap perkerjaannya. Alih-alih kerjaan Wanti terbengkalai karena sudah putus dari Butong. Wanti justru semakin giat bekerja dan menjadi jauh lebih kreatif serta produktif dibandingkan sebelumnya. 

Entah apa yang menjadikan Wanti semakin giat dan kreatif dalam bekerja. Tapi yang jelas karena semua itu, membuat Wanti menghabiskan waktu lebih lama di kantor dan membuat Wanti lebih lama bersama dengan si Pria.

Si Pria merupakan insan yang cukup ambisius dan eklektik dalam urusan pekerjaan. Dia juga merupakan pribadi yang cukup tempramental untuk masalah-masalah yang dianggap kebanyakan orang minor. Tapi sebenarnya si Pria adalah insan yang baik, bertanggungjawab dan dapat dipegang kata-katanya – ya meskipun hatinya sudah lama mati rasa. 

Kalo impoten itu untuk alat vital, si Pria merupakan insan yang hatinya telah impoten. Sudah lama sekali si Pria tidak merasakan cinta, bahkan entah kapan terakhir kali dia ingat memanggil wanita dengan panggilan sayang.

Namun seiring berjalannya waktu, hal tersebut lamat-lamat mulai memudar, ketika si Pria kerap menghabiskan waktu dengan Wanti di kantor. Wanti yang perlahan mulai mengenal pribadi si Pria, mulai terpukau akan ketegasan dan kemisteriusan dirinya.

Keterpukauan Wanti, membuat si Pria menerima dan mengenal kembali sensasi-sensasi dari kekuatan cinta. Padahal si Pria merupakan pribadi yang sunyi serta dingin. Namun entah mengapa itulah yang membuat Wanti menjadi tertarik. Bagi Wanti, kendatipun si Pria bersikap dingin dan sunyi, namun terkadang dia juga perhatian.

***

Jarum jam banyak berputar, purnama berulang kali berganti. Sejak awal putusnya Wanti dengan Butong, waktu telah membawa Wanti dengan si Pria terombang-ambing, terkoyak dalam hubungan yang tidak jelas arah juntrungannya, dalam termin yang cukup lama. 

Dibilang pacar? Tidak pernah ada komitmen dari keduanya secara gamblang, dibilang bukan pacar? Namun ada gelombang asmara yang sunyi diantara mereka. Tapi itulah hubungan mereka, tanpa status.

Pada suatu malam yang hujan di bawah redupnya cayaha bulan nan kusam, si Pria dan Wanti terjebak derasnya hujan di kantor mereka. Selama menunggu hujan usai, mereka berbincang mengenai pekerjaan, namun selebihnya hanyalah curhatan dan keluhan Wanti kepada si Pria. 

Hingga saat itu tiba, ketika hujan telah sedikit lebih ramah dari sebelumnya, Wanti mengeluarkan kalimat itu, “kita ini apa sih?” ucap Wanti kepada si Pria yang sedang memandang malam, membuat si Pria tersentak. 

Si Pria tahu bahwa dia tidak salah mendengar, dia sangat mengerti apa maksud dari kalimat yang baru didengarnya itu. Si Pria tahu Wanti meminta kepastian terhadap dirinya atas hubungan yang mereka arungi.

Mengingat hati si Pria sudah lama mati, maka tidak heran ucapan Wanti membuat dia tertegun mendengar tagihan kepastian hubungan itu. Selama ini si Pria sadar bahwa hubunganya dengan Wanti bukan pertemanan biasa, namun dia tidak menyangka bahwa tagihannya akan secepat ini. 

Dia tidak pernah siap akan situasi seperti itu. Dengan tetap menjaga wibawa dan maskulinitasnya agar tetap terlihat keren, si Pria meminta waktu satu minggu untuk menjawab pertanyaan dua juta dollar tersebut.

***

Satu minggu yang telah dijanjikan si Pria telah usai. Dia menghubungi Wanti dan mengajaknya pergi ke kantor. Sesampainya di kantor mereka berdua naik tangga menuju rooftop – entah apa yang ada dipikiran si Pria untuk memilih tidak naik lift. 

Perjalan menaiki tangga menuju rooftop terasa seperti sedang mendaki anak tangga menara Eiffel bagi si Pria, mengingat bahwa Wanti akan menagih jawaban atas pertanyaanya seminggu yang lampau.

Sampailah mereka di tempat paling tinggi di kantor tersebut. Rooftop yang beralaskan rumput sintetis dengan pagar hitam yang terletak mengitari pembatas gedung, serta tembok-tembok bergambarkan mural hasil karya seniman-seniman masyhur kota Kembang yang tersinari cahaya jingga dari mentari. 

Wanti dan si Pria mulai duduk di kursi dekat tepian gedung, seraya memandang kota yang menunggu ditelan malam. Mereka berdua duduk berhadapan, si Pria menatap dalam mata Wanti, berharap Wanti dapat membaca pikirannya.

“Jikalau kau berharap hubungan ini lebih dari pertemanan, maaf saya tidak dapat mengabulkannya”. Langit seperti jatuh ketika Wanti mendengar apa yang baru saja didengarnya, dia membeku, tidak siap dengan apa yang baru saja dikatakan si Pria. 

Wanti memalingkan wajah melihat pemandangan kota, mencoba sekuat mungkin untuk tidak menitikan air mata, namun semakin dia berusaha semakin deras air matanya. Si Pria mencoba mengusap air mata Wanti, namun Wanti menolak dan menepis tangan si Pria.

“Alasan saya tidak dapat mengabulkan permintaanmu bukan karena saya telah mati rasa akan cinta,” ucap si Pria Seraya menunjuk ke arah pintu masuk. Wanti pun menoleh dan disana Wanti melihat Butong yang sudah berdiri tersenyum memandang ke arahnya. 

Butong melangkah menghampiri Wanti yang sedang bersama si Pria. Sesampainya Butong dihadapan Wanti, si Pria pun berdiri dan mempersilahkan Butong duduk di kursinya. Lalu si Pria melangkah pergi menuju pintu keluar meninggalkan Butong dan Wanti berdua.

Si Pria berjalan mendekati pintu keluar, lalu membukanya dan mulai melangkah menuruni anak tangga yang mengantarkan dirinya ke lantai satu. Sesampainya di lantai satu, si Pria melewati lobi kantor dan keluar. 

Setelah di luar, dia memberhentikan taksi, dia masuk kedalam taksi dan di dalam taksi dia mengeluarkan ponsel genggamnya dan mengirim SMS yang berbunyi : “saya kembali bahagia sekarang, meskipun saya tidak bisa memiliki cinta, setidaknya terimakasih sudah membantu saya untuk mengenal kembali apa itu cinta” send.

Penulis: Akbar Adi Benta
Penyunting: Sherani Soraya Putri


No comments