Header Ads

TEMPO MENERAPKAN GAYA JURNALISME SASTRA PADA MAJALAH BERITA MINGGUAN

 

Jurnalis Tempo sedang menjelaskan materi, saat BPPM Pasoendan berkunjung ke kantor Tempo (24/1/2023).
Sumber Gambar: Arya Rizaldi

BPPM Pasoendan, Artikel  Pada hari Kamis tanggal 24 Januari silam, BPPM Pasoendan bersama Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) melakukan kunjungan ke Tempo Media Group. Kunjungan tersebut dilakukan BPPM bersama FKPMB untuk mempelajari bagaimana media pers Tempo melakukan kegiatan pemberitaan.

Hasil dari kunjungan tersebut BPPM menerima beberapa informasi mengenai cara pemberitaan Tempo pada majalah berita mingguannya. Majalah berita mingguan Tempo merupakan salah satu media cetak di Indonesia yang memiliki kekhasan dalam penulisan berita. 

Sebagai majalah yang terbit seminggu sekali, Tempo memiliki waktu lebih panjang dari surat kabar untuk melakukan analisis, investigasi, dan peliputan mendalam guna mendapatkan informasi yang mungkin dilewatkan oleh surat kabar. Lamanya tenggang waktu terbit disiasati dengan penyajian berita yang berbeda dari surat kabar. 

Tempo menerapkan gaya jurnalisme bertutur atau yang para awak Tempo sebut sebagai jurnalisme Tempo. Gaya penulisan ini memiliki beberapa kesamaan gaya penulisan dengan aliran jurnalisme yang berasal dari Amerika Serikat, yaitu jurnalisme sastra. 

Jurnalisme sastra merupakan tulisan jurnalistik yang menggunakan teknik dan gaya penulisan karya sastra seperti dalam cerpen atau novel. Jurnalisme sastra mengemas laporan sedemikian menarik dibaca, menyentuh emosi pembaca, dan memberikan gambaran utuh terkait suasana, kondisi, atau tokoh tertentu. Jurnalisme sastra lahir sebagai bagian dari gerakan-gerakan yang dibentuk New Journalism di Amerika Serikat oleh Tom Wolfe.

Jurnalisme sastra menjadi bentuk penolakan terhadap jurnalisme lama dengan hasil tulisan yang cenderung subjektif. Meskipun begitu, isi dari jurnalisme sastra tetap perlu sesuai dengan realita peristiwa. Di Indonesia, jurnalisme sastra dikembangkan oleh majalah Tempo sejak tahun 1970 sampai sekarang.

Tempo yang diawaki oleh sastrawan dan wartawan, membuat Tempo layak dikatakan sebagai media yang tepat untuk mengembangkan perpaduan teknik penulisan jurnalisme dan sastra. Feature yang menjadi teknik penulisan laporan Tempo juga merupakan turunan dari aliran jurnalisme sastra. Maka dapat dikatakan bahwa Tempo menerapkan gaya jurnalisme sastra dalam penulisannya. 

Meskipun telah terjadi perkembangan dalam dunia jurnalistik dan sastrawan tidak lagi menjadi wartawan, gaya penulisan ini tetap diterapkan oleh Tempo. Hal ini terlihat dari tulisan-tulisan yang menampilkan detail, emosi, alur yang dinamis layaknya sebuah cerita pendek, narasi, tokoh dan drama.

Selain gaya bahasa yang menjadi ciri khas, ada pula idealisme sebagai media pengungkap kasus-kasus korupsi yang diterapkan Tempo. Idealisme ini ditunjukkan melalui pemilihan berita yang memberi perhatian khusus pada kasus-kasus korupsi, terutama yang melibatkan pejabat dan aparatur negara. Tempo terkenal keras pada kasus-kasus yang mengindikasi adanya praktik korupsi dan melibatkan kepentingan publik secara masif. Tidak heran, Tempo pun sering terkena imbas dari pemberitaannya seperti teguran dan tuntutan hukum dari pihak yang diberitakan. 

Tempo menampilkan karakter tokoh sebagaimana tokoh dalam cerita, ada protagonis dan antagonis. Penokohan karakter-karakter ini dilakukan melalui pernyataan yang disampaikan oleh si tokoh sendiri maupun oleh orang lain. Seperti polisi yang dikarakterkan sebagai aktor antagonis pada saat mengirimkan teguran untuk Tempo. Namun, polisi juga dikarakterkan sebagai aktor protagonis ketika banyak pihak mengkritik langkah yang diambilnya. 

Alur berita pula dikonstruksi oleh Tempo layaknya sebuah cerita. Ada alur yang dinamis, menggunakan permainan tensi. Ada pengenalan masalah, klimaks dan antiklimaks yang membuat pembaca dapat lebih menikmati tulisan dibanding penempatan bagian penting di awal saja. Berita disajikan secara kronologis dengan disisipi kilas balik sebagai bingkai berita, perbandingan atau penguat fakta. 

Tempo tidak ragu menampilkan ironi sebagai narasi di sebagian besar beritanya. Adegan disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan tulisan yang nyaman dibaca meskipun panjang. Membuka berita selalu diawali dengan adegan ringan seperti penggambaran suasana atau percakapan. Setelahnya barulah pembaca dihantarkan pada pengenalan masalah hingga klimaks. Detail yang disajikan dalam pelaporan Tempo cukup banyak seperti detail gestur, suasana, detail transaksi berupa jumlah dan sumber dana, waktu, harta dan jabatan, pakaian atau aksesori, warna, kegiatan.

Judul ditampilkan dengan menggunakan unsur sastra yang kental seperti penggunaan majas, kiasan, dan permainan bunyi. Lead (teras berita) juga dibuat menarik dan seluruhnya merupakan jenis lead ringkasan. Tempo menggunakan metafora dan depiction (penggambaran) untuk menyimbolkan sesuatu seperti “rumah sendiri” untuk menyebut penyelidikan internal atau “Penyelesaian kasus transaksi mencurigakan di rekening sejumlah perwira kepolisian tak memuaskan” untuk menyampaikan bahwa hasil penyidikan tidak sesuai dengan harapan orang banyak. 

Ketidaksesuaian elemen jurnalisme sastra yang diterapkan Tempo antara lain terletak pada dialog yang tidak ditampilkan secara utuh. Tidak ada dialog timbal balik, hanya kutipan jawaban narasumber. Namun tujuannya tetap terpenuhi, yaitu untuk melihat sikap tokoh dan situasi yang sedang berlangsung pada beberapa bagian berita, penyebutan nama Tempo atau wartawan sebagai peliput membuatnya jelas terlihat sebagai tokoh dalam berita. Penyebutan identitas diri itu justru membuktikan bahwa wartawan benar-benar terlibat dalam memahami peristiwa (immersion). 


Tania.


Sumber:  


Katrin Bandel. 2013. Sastra Paddhati (Jurnalistik Sastrawi). Kumpulan karangan: Universitas Sanata Dharma. hlm. 208-209. ISBN 978-602-9187-51-9.

Septiawan Santana K. 2002. Jurnalisme Sastra. Jakarta: Gramedia. hlm. 17-20. ISBN 979-686-629-3

Fransiska M. 2011. Jurnalisme Sastra Majalah Berita Mingguan Tempo Pada Kasus Rekening Perwira Polisi. Skripsi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.


No comments