Header Ads

Agama Baru Mahasiswa: Liarnya Kebebasan dan Sikap Apatisme


Opini, Yoga -- Berangsur-angsurnya tradisi berpikir kritis menghilang dalam pergaulan mahasiswa telah menyebabkan diri mereka tidak memiliki resistansi dan reaksi yang tepat dalam menghadapi dinamika zaman. Kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tidak serta-merta berimplikasi pada peningkatan daya intelektualitas mahasiswa, kebanyakan dari mereka bahkan seolah-olah anti terhadap diskusi-diskusi ilmiah apalagi buku-buku di luar kurikulum perkuliahan yang dapat menunjang kemampuan serta pengetahuannya. Mereka justru lebih antusias mengunjungi klub-klub malam yang menyediakan pesta dan minuman beralkohol daripada perpustakaan dan toko buku, mereka lebih berminat untuk berbulan madu di petak kos-kosan daripada melakukan analisis-kajian, mereka lebih penasaran akan cita rasa  drugs daripada mengetahui faktor yang menyebabkan inflasi. Mahasiswa hari ini lebih mirip dengan kerumunan homogen yang kebingungan dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, lantas dengan begitu saja menyerahkan diri pada arus tren yang kebarat-baratan. Di dalam model pergaulan yang penuh ketidakpastian seperti itu, mereka telah kehilangan panduan dan pedoman sebagai mahasiswa bahkan menjadi individu yang tidak mengenali dirinya secara pribadi. Keadaan anonimitas telah merangsang individu untuk meniru perilaku orang-orang di sekitarnya tanpa proses berpikir dan pertimbangan akan dampak yang ditimbulkan, seakan-akan semua tindakan yang dilakukan oleh mereka dipandang sebagai sesuatu yang benar untuk dilakukan.

Konsekuensinya, mahasiswa hari ini bertransformasi menjadi generasi melongo, hal ini dapat kita lihat secara langsung dalam ruang lingkup perkuliahan. Apa yang dikatakan oleh dosen di dalam kelas ya itulah yang paling benar (ingat, dosen bukan dewa yang selalu benar) dan ketika ditanya mengerti atau tidak? Ya, tinggal mangut-manggut bareng aja dan persoalan selesai. Sementara itu realitas sosial yang kacau tidak bisa diselesaikan hanya dengan manggut. Sebagai contohnya, kebanyakan mahasiswa dan masyarakat kita hari ini memiliki asumsi yang sama ketika melihat potret kemiskinan, mereka akan menyisihkan sebagian uang yang dimilikinya atau memberikan berbagai macam sumbangan, betapa mulianya tindakan semacam itu, namun sayangnya hal yang demikian bukanlah langkah kongkret untuk mengatasi kemiskinan tetapi lebih kepada tindakan penangguhan kemiskinan untuk beberapa hari atau beberapa minggu, setelah itu? Ya, kembali miskin dan masalah selesai?

Hal terpenting yang harus dimiliki seorang mahasiswa dalam menghadapi suatu masalah adalah identifikasi agar ia mengetahui akar permasalahannya, tapi mahasiswa hari ini boro-boro mengidentifikasi suatu masalah untuk mengidentifikasi dirinya sendiri pun tak bisa atau dirasa sulit (dalam artian menentukan prinsip, sikap, arah serta tujuan sebagai individu dan sebagai mahasiswa). Krisis tak berhenti di situ, ia merambah hingga ke dalam organisasi intra kampus yang merupakan wujud ekspresi dari mahasiswa, sudah bisa kita diprediksi bukan bagaimana jadinya sifat kegiatan dari organisasi kemahasiswaan? Tentu saja akan sesuai dengan tren perilaku mahasiswa saat ini, lebih berorientasi pada kesenangan atau hiburan, itu sebabnya organisasi kemahasiswaan hari ini lebih mirip seperti event organizer atau entertainer . Keadaan organisasi kemahasiswaan yang seperti ini sangat kontradiktif dengan apa yang tertuang di dalam Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 pasal 1 dan pasal 5 yang membahas peran, fungsi serta tanggung jawab organisasi kemahasiswaan. Maka kata-kata dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “..mencerdaskan kehidupan bangsa..” tidak ha
nya membias, tapi juga kehilangan realitasnya.

Kemajuan suatu bangsa tidak akan terlepas dari tingkat pendidikan dan kualitas intelektual masyarakatnya dan mahasiswa sebagai anggota masyarakat mempunyai tugas yang teramat berat dipundaknya, bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Tetapi sebuah tugas untuk menjadikan bangsa ini, bangsa yang merdeka sekali lagi! Merdeka dari intervensi politik, merdeka dari monopoli ekonomi, merdeka dari dominasi budaya. Jangan sampai terulang kembali pemerintah kita yang mengemis-ngemis di hadapan IMF, jangan sampai terjadi lagi seting krisis ekonomi yang dilakukan oleh World Bank dan kroni-kroninya terhadap kita, dan mulailah semua ini dengan meninggalkan arus tren yang kebarat-baratan yang telah membius kesadaran kita akan identitas sebagai suatu bangsa, sebagai manusia yang bersimpati dan berempati satu sama lain. Mahasiswa harus mulai membaca walau hanya satu halaman, harus berani bicara walau hanya satu kata, dan bergerak untuk menciptakan kehidupan yang lebih manusiawi. Amalkanlah ilmu dalam pengabdian kepada masyarakat, kepada ibu dan bapakmu, juga kepada setiap hal yang memberi kehidupan (jangan mengabdi kepada klas elit, bank, korporasi, ataupun sistem yang kapitalistis).


Yoga Rahadian, Hubungan Internasional 2014
FISIP Universitas Pasundan

No comments