Header Ads

E-Vote, Dari Biaya Hingga Minimalisir Kekeliruan Menghitung Suara



pasoendan.co-- Pemilihan Umum Raya (Pemira) mahasiswa FISIP Unpas sudah di depan mata. Ajang perebutan kursi legislatif dan eksekutif itu kini sedang ramai diperbincangkan oleh mahasiswa, mulai dari kelompok kepentingan seperti Partai Politik (Parpol) kampus, hingga Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) sebagai lembaga yang netral, serta mahasiswa baru yang dinilai merupakan pemilih potensional.

Perbincangan mahasiswa terkait Pemira tidak hanya sebatas kepada strategi kampanye yang akan diluncurkan parpol, tapi juga teknis Pemira tahun ini yang diisukan menggunakan proses e-voting.

Electronic Vote bukan merupakan hal baru di FISIP Unpas, rencana ini sudah ada sejak Pemira periode 2015-2016.

Baca juga: Pemira E-Vote Gagal Dilakukan, Ini Kata Wadek III

Sistem ini dianggap menjadi solusi atas masalah rumit dan lamanya waktu penghitungan surat suara seusai pencoblosan. Setiap tahun penghitungan surat suara selalu memerlukan waktu yang lama, tak jarang penghitungan surat suara selesai pada keesokan harinya.

Menurut Wakil Dekan III FISIP Unpas, Sumardhani, e-vote juga dapat mengurangi suasana 'panas' yang ditimbulkan saat proses penghitungan suara. E-vote juga dikatakan dapat menekan kekeliruan yang mungkin ditimbulkan dalam proses penghitungan suara.

"Sangat disayangkan kenapa e-vote ini tidak dikaji lebih dalam oleh mahasiswa. Padahal e-vote ini dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam Pemira, seperti suara tidak sah, penghitungan yang keliru karena peserta sudah pada lelah menunggu hasil hingga subuh," ujarnya.

Proses penghitungan suara memang menjadi daya tarik sendiri dalam Pemira. Banyak mahasiswa yang akan menantikan kabar siapa pemenang Pemira, serta berapa perolehan suara masing-masing calon. Pertanyaan seperti inilah yang mungkin akan timbul di benak mahasiswa pada saat Pemira.

Sumardhani berharap tahun ini simulasi e-voting dapat dilaksanakan sebagai langkah evaluasi kekurangan dan kelebihan dari sistem tersebut.

"Kalaupun tahun ini tidak terselenggara, saya harap akan ada simulasi dulu untuk lebih mengenal e-voting dan kita jadi tahu apa kekurangan dan kelemahannya," kata Sumardhani.

Ketua KPUM periode 2017-2018, Rifatu menyatakan pihaknya siap mengadakan simulasi terkait e-vote setelah kegiatan Pemira 2018-2019 terlaksana.

Menurutnya, KPUM perlu melakukan pendekatan kepada para pihak yang menolak e-vote secara masif.

"Kami belum menindak-lanjuti masalah e-vote karena Pemira harus lebih diutamakan. Tapi Insyaalah kalau kegiatan Pemira sudah selesai, kami akan melakukan simulasi e-vote," ujar Atu kepada BPPM, Selasa (10/4).

Setiap tahunnya, KPUM FISIP Unpas menyediakan 2500 surat suara untuk Pemira. Surat suara ini bisa bertambah atau berkurang jumlahnya, disesuaikan dengan jumlah mahasiswa aktif FISIP Unpas selaku pemilih dalam Pemira.

Anggaran yang dikeluarkan untuk mempersiapkan surat suara pun tidak kecil. Sedikitnya diperlukan Rp.2.000.000 untuk mencetak 2500 surat suara. Jika diperlukan pencetakan ulang, maka biayanya akan bertambah.

Menurut ahli IT yang didatangkan saat sosialisasi e-vote pada Kamis, 29 Maret 2018 lalu, biaya yang dikenakan untuk pembuatan sistem ini tidak merogoh saku yang dalam.

Baca: E-vote Mendapat Banyak Penolakan Dari Parpol Kampus

Taufik selaku ahli IT memperkirakan biaya yang perlu dikeluarkan adalah sebesar Rp.15.000.000 untuk pengadaan sistem e-vote.

Biaya ini juga tidak dikenakan berulang, karena sistem dapat digunakan berulang kali.

"Paling kalau nanti ada perbaikan-perbaikan kecil, tapi tidak akan besar jumlahnya. Sistem ini dapat digunakan terus menerus," ujarnya usai sosialisasi e-vote di Ruang Rapat Dekanat FISIP Unpas.

Menggunakan sistem e-vote atau tidak, proses memilih dalam Pemira haruslah bebas, rahasia dan dilakukan sejujur-jujurnya. Tanpa perlu penahanan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), bahkan iming-iming untuk makan di restoran mewah.

(Jeje)

No comments