Setahun Kuliah Online dari Perspektif Dosen
Ilustrasi kuliah online (sumber: inisiatifnews.com) |
Selain mahasiswa, aktivitas perkuliahan online juga menghadirkan
tantangan tersendiri bagi dosen sebagai pengajar. Berbagai adaptasi dilakukan,
berbagai kesulitan coba untuk diatasi. Untuk menangkap cerita perkuliahan
online dari sisi pengajar, BPPM Pasoendan meminta beberapa dosen FISIP Unpas untuk
berbagi perspektifnya. Pertanyaan yang diajukan sama seperti kepada mahasiswa, yaitu
mengenai kesan, tantangan, dan harapan. Berikut ulasannya:
1. Siti Patimah SE., M.Si (Dosen Administrasi Bisnis)
Kesan:
Dukanya, pertama kali mengajar lewat Zoom, engga connect dan
tiba-tiba keluar Zoom. Mahasiswa sudah nunggu tapi ibu tetap gabisa bergabung,
akhirnya pakai hp dan untuk share screen lewat mahasiswa. Sedangkan sukanya,
kalau ada kegiatan masih bisa menjalankan perkuliahan di waktu yang lain dengan
daring.
Bedanya kuliah online dengan tatap muka, kalau di Zoom seperti
kuliah sendiri dan mahasiswa yang memperhatikan kuliahnya macam-macam karena off-camera.
Kalau disuruh on-camera, mahasiswa ada yang baru bangun tidur dan berada
di tempat yang berbeda. Kalau kuliah tatap muka mahasiswa terlihat jelas
mengikuti perkuliahan dan tau kalau mahasiswa tidak paham.
Hal unik yang ditemui misalnya ada yang ikut perkuliahan tapi mahasiswa
ga pernah ada, beberapa kali dipanggil untuk menjawab pertanyaan saya tapi mahasiswanya
tidak ada (red- tidak memberi respon).
Tantangan:
Mata kuliah saya kan hitungan, dengan waktu yang diatur membuat
saya kesulitan. Apalagi dengan perkuliahan daring, tidak semua mahasiswa dapat
memahami apa yang saya jelaskan.
Untuk kendala lainnya, kadang gangguan internet. Antusias mahasiswa
dengan perkuliahan daring juga sangat rendah dan terlihat kurang semangat.
Harapan:
Dengan adanya pandemi, untuk mahasiswa belajarlah semaksimal
mungkin dengan perkuliahan daring tapi tentunya ditambah dengan belajar
mandiri.
Untuk kampus, terus berupaya memberikan yang terbaik dengan
pembelajaran daring agar perkuliahan tidak banyak terhambat. Karena kasus pada
saat ujian, banyak jawaban ujian mahasiswa tidak dapat ter-upload, tapi Alhamdulillah
sekarang dengan LMS sudah lebih baik, pembelajaran lebih mudah dan minim
masalah walau masih ada saja kendala.
Mudah-mudahan pandemi cepat berlalu agar perkuliahan tatap muka
bisa berlangsung dan suasana pembelajaran lebih kondusif.
2. Hari Busthomi Arifin, ST., M.Si (Dosen Administrasi Publik)
Kesan:
Untuk kuliah online sulit untuk menumbuhkembangkan character
building mahasiswa.
Tantangan:
Menyediakan aplikasi yang dapat meng-cover persoalan di poin
kesan di atas. Selain itu, sinyal kurang memadai terutama bagi mahasiswa di
daerah tertentu.
Harapan:
Semoga pandemi cepat berlalu sehingga bisa kembali normal, aamin...
3. Winne Wardiani, S.Sos., M.Si (Dosen Ilmu Komunikasi)
Kesan:
Selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) tentunya dunia pendidikan
mengalami adaptasi yang cukup drastis. Mulai dari yang terbiasa belajar di
kelas, tiba-tiba semuanya harus dilakukan melalui media online. Tak terkecuali
dengan saya sebagai pengajar, yang notabene sebelum pandemi melakukan
pengajaran secara tatap muka dan berinteraksi langsung dengan mahasiswa.
Ketika PJJ mulai diberlakukan, komunikasi yang dilakukan dengan
mahasiswa seperti ada dinding pemisah, dikarenakan jarak. Sehingga tidak hanya
satu atau dua kali missed communication dan missed perception itu
terjadi. Alhasil saya pun harus ekstra sabar untuk menjelaskan sedetail mungkin
kepada mahasiswa, agar mereka paham dengan apa yang saya maksud.
Selain itu kendala kuota menjadi issue utama ketika PJJ
pertama kali berlangsung. Banyak mahasiswa yang keberatan dengan penggunaan Zoom
Meeting, sehingga dosen pun harus menyesuaikan pada setiap pertemuan agar
materi yang kami sampaikan bisa dibuat secara asinkron (tidak menggunakan Zoom).
Selama perkuliahan menggunakan Zoom tentu sangat berbeda dengan kuliah tatap muka. Berbagai alasan mahasiswa untuk tidak menghidupkan kamera sangat beragam, mulai dari yang kamera laptopnya rusak, sedang di jalan, sedang mengantar orang tua dan lain sebagainya, bahkan yang sambil tiduran dan belum mandi pun ada. Namun permasalahan tersebut sepertinya menjadi pemakluman bersama oleh kami para dosen, dikarenakan kondisi yang serba terbatas di tengah pandemi.
Akan tetapi nilai moral dan etika yang sering kali diterapkan saat kuliah tatap muka, seolah menjadi pudar. Terutama bagi mahasiswa baru yang belum pernah bertemu tatap muka dengan kami. Sharing moment yang biasanya dilakukan di kelas menjadi hilang, sehingga kedekatan emosional seperti tidak ada. Berbeda dengan mahasiswa yang sudah pernah bertemu tatap muka sebelumnya, yang sudah pernah merasakan kedekatan emosional ketika perkuliahan sebelum pandemi.
Begitupun proses bimbingan skripsi dan perwalian, yang biasanya
mendengar langsung keluh kesah mahasiswa, di masa pandemi ini kami (dosen dan mahasiswa)
hanya sebatas melakukan komunikasi melalui WA ataupun Zoom. Sehingga dalam
menyampaikan pesan “harus bekerja keras” agar mahasiswa paham apa yang
dimaksud.
Intinya belajar itu tidak melulu tentang teknologi, tapi “humanity”
sangat berpengaruh besar terhadap proses pembelajaran. Teknologi hanyalah alat
yang bisa membantu mempermudah pekerjaan manusia. Namun humanity atau Hablum
Minannas merupakan kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan belajar.
Tantangan:
Selama PJJ memiliki tantangan tersendiri bagi kami para pengajar.
Banyak hal yang menuntut kami untuk beradaptasi dengan keadaan pada masa
pandemi ini. Kami harus memikirkan cara agar mata kuliah yang kami ampu dapat
mudah dipahami oleh mahasiswa. Secara kualitas tentu berbeda antara kuliah
tatap muka dan kuliah jarak jauh.
Namun kami berusaha semaksimal mungkin agar materi yang kami
sampaikan bisa dipahami oleh mahasiswa. Keterbatasan waktu menjadi salah satu
faktor untuk menyampaikan materi dengan cukup detail. Namun hal tersebut tentu
memiliki dampak yang positif untuk melatih kemandirian mahasiswa, agar mereka
terdorong untuk belajar sendiri dan tergerak untuk membaca materi perkuliahan.
Selain itu lemahnya jaringan atau sinyal seringkali menjadi faktor
utama dalam menghambat perkuliahan online. Selain mahasiswa, saya pun pernah
mengalami kendala lemah jaringan sehingga mengganggu perkuliahan online.
Harapan:
Pemerintah benar-benar serius dalam menangani Covid-19 ini,
indikator keseriusan ini adalah menurunnya angka penyebaran dan penerapan protokol
kesehatan benar-benar diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat, tak
terkecuali dalam dunia pendidikan.
Apabila pembelajaran akan dilaksanakan pada bulan Juli, tentu besar
harapan saya semua prosedur telah dilakukan dengan semaksimal mungkin. Jangan
sampai dimulainya pembelajaran di bulan Juli nanti, membawa petaka dengan
bertambahnya klaster baru dan pemerintah pun kewalahan menanganinya.
4. Dr. Hj. Yuyun Yuningsih, M.Si (Dosen Kesejahteraan Sosial)
Kesan:
Kuliah online merupakan fenomena baru bagi masyarakat Indonesia
secara luas, namun bagi beberapa negara maju hal ini sudah biasa. Pandemi Covid-19
memaksa kita untuk adaptasi dengan perubahan, tentunya setiap perubahan harus
disikapi sebagai sebuah kemajuan. Dari sisi dosen, mengajar online mengharuskan
kita mempersiapkan materi dan metode pembelajaran yang lebih mantap dan bagus.
Karena pada saat kuliah online tidak hanya berhadapan dengan mahasiswanya
saja, bisa jadi orang-orang yang ada di lingkungan mahasiswa ikut menyaksikan. Adapun
hal unik yang terjadi saat mahasiswa kuliah online sangat beragam (ada yang
kelihatan belum mandi, ada yang off-camera dan saat sesi diskusi dipanggil
tidak muncul).
Tantangan:
Kesiapan penguasaan mempelajari sistem pembelajaran online seperti dosen
dan mahasiswa yang gaptek dalam mengoperasikan LMS/Zoom, kendala jaringan jelek,
serta antusias mahasiswa yang rendah saat kuliah online.
Harapan:
Semoga pandemi Covid-19 segera berakhir. Untuk mahasiswa, semangat
kuliah online dan tatap muka harus sama tingginya, karena anda tercatat dalam
sejarah yang pertama mengalami perubahan kuliah tatap muka ke kuliah daring.
Untuk kampus, terus berusaha memberikan pelayanan yang terbaik.
5. Taufik, S.IP., MA (Dosen Hubungan Internasional)
Kesan:
Ketika itu kan kita lagi enak-enaknya kuliah tatap muka, lalu
ketika ada pandemi semuanya jadi beralih ke online. Bagi dosen, kami mendadak harus
mengubah RPS (Rencana Pembelajaran Semester) dari yang tadinya dibuat untuk
kuliah tatap muka di kelas menjadi untuk online.
Waktu kuliah online di awal-awal juga ada banyak keterbatasan ya seperti
fasilitas perkuliahan online, waktu itu kita masih pakai Zoom yang gratis,
ditambah lagi dulu sedang ada pengintegrasian sistem akademik agar terpusat ke
universitas, tapi overall sih makin kesini makin membaik. FISIP juga
sekarang udah punya Zoom kan, jadi setiap kelas udah ada fasilitasnya, engga
khawatir terbatas waktunya.
Kesan lainnya, mungkin soal japri. Jadi banyak chat secara personal
di WA. Kalau saya sih di awal udah bilang, kalau berkaitan sama mata kuliah
yang saya ampu tanyakan saja di grup kelas, jadi biar yang lain dapat
informasinya juga.
Tantangan:
Terkait kendala, masalah koneksi saya juga pernah mengalaminya. Kalau terkait perkuliahan tentu soal pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan ya. Karena kalau tidak salah, pertemuan lewat Zoom itu kan hanya 4-6 kali, selebihnya pemberian materi secara asinkron. Kalau saya ngasih alternatifnya, misalkan di pertemuan kedua, ketiga, keempat tidak ada Zoom, di pertemuan kelima saat Zoom saya tanya kepada mahasiswa materi mana yang belum dipahami.
Kalau soal antusias mahasiswa, antusias sih antusias, tapi ya itu
kadang ada yang off-camera dengan alasan macam-macam, lagi di rumah
sakit, atau lagi di jalan. Kalau ada keperluan sih ya silahkan saja, engga
mungkin juga kan saya cek satu-satu, kurang etis juga.
Untuk mahasiswa juga soal manajemen waktu di kuliah online ini jadi
tantangan. Kalau kuliah offline kan lebih jelas waktunya, jam segini saya harus
udah ada di kampus, berarti waktu saya untuk mengerjakan tugas sekian menit. Tapi
kalau kuliah online kan mereka di rumah aja, jadi suka menunda, tugas
dikerjakan dengan sistem kebut semalam. Karena yang saya lihat, baik itu tugas
atau jawaban saat ujian, antara kuliah offline dan online sama aja banyak yang asal copy
paste dari internet, walaupun tidak semua, ada juga yang serius.
Harapan:
Semoga pandemi segera berakhir, karena bagaimana pun kuliah bareng
temen-temen di kampus tetap lebih asyik ya, aktivitas perkuliahan juga lebih
efektif.
Untuk kampus, semoga fasilitas online tetap bisa dipertahankan
nantinya. Bukan sebagai satu-satunya sarana belajar, tapi sebagai penunjang. Misalnya untuk
pelayanan akademik seperti mengurus ijazah atau nilai, kalau dulu kan mau engga
mau harus ke kampus, kalau bisa secara online kan lebih enak.
Kalau untuk perkuliahan sih saya lebih prefer offline ya, tapi
kalau dibutuhkan, fasilitas online itu tetep ada. Jadi misalnya nanti saya lagi
tugas di luar kota, aktivitas perkuliahan tetep bisa berlangsung.
(Azmi)
Beri Komentar