Header Ads

Sosok Billie Eilish Dalam Politik Progresif

 


Desain: Arya.

Billie Eilish Pirate Baird O’Connell atau yang sering dikenal dengan sebutan Billie Eilish merupakan musisi kelahiran Los Angeles, Amerika Serikat, 18 Desember 2001. Sebagai anak kelahiran tahun 2000-an, Eilish mungkin jadi salah satu representasi generasi setelah Milenial yang sering disebut sebagai Generation Z alias Gen Z. Pada tahun 2020 lalu Eilish mencuri perhatian lewat pernyataan-pertanyaan politiknya.

Donald Trump is destroying our country and everything we care about

Billie Eilish menyebut Presiden Donald Trump adalah sosok yang membawa kehancuran pada Amerika Serikat, sehingga masyarakat harus memberikan suaranya kepada lawan Trump, yaitu Joe Biden. Jelang Pilpres Amerika Serikat 2020 lalu. Eilish juga mengajak para penggemarnya untuk speak up dan jangan berdiam diri dan juga ikut meramaikan Konvensi Nasional Partai Demokrat Amerika Serikat dan menyanyikan lagu “My Future” yang seolah menyiratkan ajakan agar para penggemarnya  memberikan suara dan melawan Trump demi masa depan mereka yang lebih baik.

Lalu, seperti apa kisah persilangan Billie Eilish dan politik ini?

Apakah ini menjadi gambaran sikap politik progresif  generasi pasca Milenial alias Generation Z?

Generasi Z ini adalah generasi yang oleh Pew Research Center disebut berisikan anak-anak yang lahir antara tahun 1997 sampai tahun 2012. Periodisasi ini dipilih karena dianggap punya pengalaman-pengalaman formatif yang berbeda-beda. Mereka mengalami perubahan signifikan terkait kemajuan teknologi, perubahan trend sosial ekonomi, hinga perubahan arah politik global, misalnya pasca 11 september 2001.

Periode ini juga mulai ditandai dengan masifnya penggunaan handphone dan kemudian berujung pada lahirnya smartphone. Psikolog sekaligus peneliti asal Amerika Serikat, Jean Marie Twenge juga menyebut era ini sebagai iGeneration alias iGen seperti yang ia tulis di bukunya yang berjudul sama.

Twenge mengklasifikasi generasi ini sebagai mereka yang lahir antara tahun 1995 hingga 2012 Nama iGen itu sendiri memang jadi semacam adopsi dari popularitas terminologi iPhone atau iPad yang memang muncul dan menjadi populer di era kelahiran para Gen Z ini. Produk dari Apple itu memang mentransformasi banyak hal sejak kemunculannya.

Sebagai bagian dari Gen Z, Billie Eilish jelas memiliki ciri-ciri yang menjadi representasi dari cara pandang generasinya. Konteksnya menjadi penting karena pada Pilpres Amerika Serikat 2020 lalu, sekitar 1 dari 10 pemilih adalah Gen Z. Data dari Pew Research menyebut ada 24 juta Gen Z yang ikut serta dalam memberikan suara pada Pilpres Amerika Serikat 2020 lalu.

Konteks pandangan politik kelompok Gen Z ini juga penting karena saat pandemi, khususnya di Amerika Serikat kelompok ini jadi generasi yang paling banyak mengalami kehilangan pekerjaan, dengan persentasi hingga 50 persen. Jumlah ini lebih tinggi dari kelompok milenial yang menyentuh angka 40 persen, Gen X yang ada di angka 36 persen, dan Baby Boomers yang ada di angka 25 persen.

Penelitian juga menyebutkan bahwa Gen Z sejauh ini menjadi generasi yang secara ras dan etnis paling beragam, lalu juga sedang dalam perjalanan menjadi generasi yang paling well-educated. Gen Z juga disebut sebagai digital natives sebutan untuk orang-orang yang tumbuh dengan pengaruh internet dan kemajuan teknologi informasi.

Secara politik, Gen Z mirip dengan kelompok millennial. Mereka cenderung progresif, mendukung keberagaman etnis dan ras, dan mendukung nilai-nilai kebebasan berekspresi. Dalam isu lingkungan, Gen Z jadi nomor 2 tertinggi yang melihat isu ini sebagai persoalan darurat yang harus segera ditangani hanya kalah dari kaum millenial.

Di Amerika Serikat sendiri, bahkan di Partai Republik yang cenderung konservatif. Gen Z justru menjadi kelompok yang melihat isu-isu progresif macam persoalan rasial, lingkungan dan peran pemerintah dengan nada yang cenderung mirip dengan pemilih Partai Demokrat. Tidak heran, banyak yang menilai Gen Z akan mempertajam generational clash atau benturan generasi yang akan terjadi dengan kelompok yang lebih tua.

Dalam konteks Billie Eilish, ia sebetulnya menjadi salah satu ujung generational clash ini. Kemunculan Eilish misalnya, awalnya cenderung dianggap sosok non-conformist terhadap generasi yang lebih tua sekalipun kini ia juga dianggap berhasil memenangkan hati generasi-generasi lebih tua tersebut.

Kasus Generational Clash ini mirip dengan fenomena kemunculan The Beatles di tahun 1960-an. Nilai-nilai yang dibawa The Beatles sempat melahirkan Generational Clash. Jurnalis sekaligus musisi Bob Stanley pernah menyebut bahwa keberadaan The Beatles berpengaruh banyak pada menurunya British Conservatism. Ia menyebut The Beatles sebagai "A final liberation for Britain's teenagers" mungkin konteks itulah yang terjadi juga dalam kasus Billie Eilish.

Billie Eilish menjadi salah satu titik liberation atau kebebasan dari anak-anak muda zaman ini, terutama dari Gen Z. Yang jelas dan telah menunjukan contoh bagaimana secara terbuka menunjukan sikap politiknya di Pilpres Amerika Serikat 2020 lalu.

Berani untuk speak up dan menyatakan pendapat memang sudah selayaknya menjadi warna narasi politik saat ini. Tetapi perjalanan belum berakhir. Percayalah selalu ada corong untuk menyampaikan aspirasi, siapapun itu baik laki-laki atau perempuan, dengan caranya yang unik yaitu dengan musik.

Sumber

·   Video pidato Billie Eilish pada Democratic National Committee (DNC) 20 agustus  2020 dengan mengatakan: : “You don't need me to tell you things are a mess ... Donald Trump is destroying our country and everything we care about “ dalam Bahasa Indonesia “Tidak perlu saya memberi tahu Anda bahwa semuanya berantakan ... Donald Trump menghancurkan negara kita dan semua yang kita pedulikan”

· Pew Research Center, 2019, Defining generations: Where Millennials end and Generation Z begins.

·  http://www.jeantwenge.com/igen-book-by-dr-jean-twenge/ ,Buku karangan Dr. Jean Twenge “With generational divides wider than ever, parents, educators, and employers have an urgent need to understand today’s rising generation of teens and young adults. Born after 1995, iGen is the first generation to spend their entire adolescence in the age of the smartphone. With social media and texting replacing other activities, iGen spends less time with their friends in person – perhaps why they are experiencing unprecedented levels of anxiety, depression, and loneliness.” Dalam Bahasa Indonesia “ Dengan kesenjangan generasi yang lebih luas dari sebelumnya, orang tua, pendidik, dan pengusaha memiliki kebutuhan mendesak untuk memahami generasi remaja dan dewasa yang sedang naik daun saat ini. Lahir setelah tahun 1995, iGen adalah generasi pertama yang menghabiskan seluruh masa remajanya di era smartphone. Dengan media sosial dan SMS menggantikan aktivitas lain, iGen menghabiskan lebih sedikit waktu dengan teman-teman mereka secara langsung – mungkin mengapa mereka mengalami tingkat kecemasan, depresi, dan kesepian yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

·  Ditulis di Liputan6.com, Jakarta “Di antara Gen Z (18 hingga 23 tahun), 61 persem mengatakan mereka berencana untuk memilih Demokrat. Di antara kelompok usia yang sama, 22 persen mengatakan mereka berencana untuk memilih Partai Republik, Pew Research Center yang berbasis di Washington, DC melaporkan pada Mei 2020.Pemungutan suara milenial hampir dua kali lipat antara 2014 dan 2018 menjadi 42 persen, menurut ahli demografi Pew Richard Fry.Menggabungkan Gen Z dan Gen X -- populasi Gen X yang lahir antara 1965 dan 1980 dan sekarang berusia antara 40 dan 55 tahun -- itu memberikan lebih banyak suara daripada Generasi Baby Boom dan generasi yang lebih tua di paruh waktu 2018 dan dalam pemilihan presiden 2016, menurut Pew.”

·   Di tulis di Wikipedia, "Cultural impact of the Beatles."

Penulis: Ridho

Redaktur: Nabilah 

Editor: Dhila



No comments