Pemira, Mahasiswa dan Hari Buruh 2017
Opini, Nuwanda-- Romantika gejolak pergerakan mahasiswa dan buruh memaksa rejim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun untuk mundur dari tampuk kekuasaan. Demonstrasi, pemogokan besar-besaran dan sabotase aparat keamanan mewarnai lembar kelam sejarah demokrasi di tahun 1998 namun, apakah saat ini kondisi bangsa Indonesia baik-baik saja? Tentu tidak! Nyatanya sisa-sisa rejim Orde Baru -yang mencuci tangan kala itu- masih bercokol bahkan menjilat pemerintahan sekarang.
Tak henti sampai disitu Neoliberalisasi ekonomi beranak pinak ‘Gurita Hitam Kapitalisme’ di pelbagai sektor makin membrutal membuat kaum buruh, petani, marjin kota makin sengsara di hisapnya. Isu-isu besar seperti penolakan pabrik semen di pegunungan Kendeng, sengketa lahan pertanian Teluk Jambe di Karawang dan lainnya hanyalah angin lalu berselir di tengah kuping mahasiswa maupun petinggi Ormawa (Organisasi Mahasiswa) FISIP Unpas. Keheningan ini malahan terlihat macam krisis identitas dan sosial yang sangat akut. Entah hal apa yang melatarbelakangi, penulis pun mencoba menerka-nerka sebab-musabab persoalan.
1 Mei 2017 adalah hari buruh sedunia -momen terdekat ini- alih-alih menyokong gerakan buruh untuk terlepas dari belenggu penderitaan-penghisapan, agenda-agenda politik kampus menjadi tembok penghalang besar untuk bergerak. Jangankan untuk turun kejalan atau berkonsolidasi dengan serikat buruh; kajian tentang perburuhan urung dilakukan.
Seperti yang di tulis oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar dalam artikel Indoprogress yang berjudul “Menelaah prospek hubungan mahasiswa dan buruh: 2013”, mengenai konvergensi ‘kerja dan pengetahuan: .... fase ‘negara neoliberal’ di mana semua sektor kehidupan di-incorporate dalam logika ekonomi pasar, dan menyebabkan sektor-sektor produksi menjadi konvergen dengan basis-basis pengetahuan. Kondisi ini menyebabkan kampus menjadi salah satu basis terpenting untuk menciptakan para buruh berpendidikan...... Perbedaannya dengan kaum buruh di pabrik adalah mereka dibayar dengan uang yang besar karena mengandaikan ada spesialisasi yang didapat melalui pengetahuan, sehingga tidak menyebabkan proses alienasi tidak terjadi dengan represi, melainkan justru dengan penikmatan-penikmatan (jouisasnce)...... Dengan demikian, kampus menjadi instrumen penting bagi penciptaan para buruh-spesialis yang siap sedia untuk menjadi bagian dari proses produksi kapitalisme dengan pengetahuan yang ia miliki.
Lalu muncul dikotomi identitas sehingga istilah buruh terpecah menjadi dua bagian: buruh kerah putih (Kantoran) dan buruh kerah biru (Pabrik), padahal jika dirujuk secara sederhana sama saja artiannya; sama-sama di beri upah hanya saja buruh kerah putih dispesialkan dengan upah yang terbilang tinggi serta titel “S” dibelakang nama sedangkan buruh kerah biru identik dengan ‘pekerjaan kasar’/pabrik. Sejarah pun mengatakan pada zaman Poltik etis Kolonial Hindia belanda tahun 1901 dibukanya sekolah-sekolah bukan karena keibaan para Meneer melainkan membutuhkan pekerja yang bisa dibayar murah dan berketerampilan.
Dalih-dalih picik ini pun dilakukan kembali oleh pemerintahan Orde Baru dengan cara memberangus Serikat-serikat buruh yang progresif dan menerapkan politik identitas untuk memperkukuh superioritas kekuasaan. Dalam lingkungan kampus penulis sendiri bahkan terjadi ujaran salah dosen senior yang melemahkan kemampuan nalar mahasiswa, dengan berkata demikian: “Sekarang untuk apa mahasiswa demo-demo , sudah belajar saja yang betul lalu lulus dan bekerja”. Ucapan itu seakan meninabobokan seisi ruangan kelas itu, penulis memilih untuk menutup telinga.
Perbedaan pilihan politis menjelang Pemira justru memecah belah persatuan mahasiswa sendiri , mahasiswa yang akan menjadi buruh masa depan era digital mustinya segera menyadari kelas nya. Bukan hanya membuat program kerja semata atau huru-hara “politik giring bebek” demi mendapat suara terbanyak. Ingatlah kedudukan apapun hanya sementara dibandingkan suara rintih tangis diluar sana. Jikalau ingin disebut dengan “Kaum Intelektual” sudah tidak perlu mementingkan nilai akademis; memecahkan kerumitan persoalan dunia perburuhan seperti: Upah murah, Sistem kontrak/Outsorshing, pelarangan berserikat lebih penting saati ini!
MAHASISWA DAN KAUM BURUH BERSATULAH !!!
Sumber :
https://indoprogress.com/2013/05/menelaah-prospek-hubungan-mahasiswa-dan-buruh/
Nuwanda Alkhatirry
162050456
Ilmu Administrasi Bisnis 2016
Beri Komentar