Header Ads

Kekuasaan Mahasiswa di FISIP Unpas

Ilustrasi

Opini, Yoga -- Di FISIP Unpas sendiri sistem demokrasi dan konsep Trias Politica dimanifestasikan ke dalam wujud Lembaga Kemahasiswaan seperti:
  • Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai Lembaga Legislatif tingkat Fakultas
  • Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Lembaga Eksekutif tingkat Fakultas
  • Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sebagai Lembaga Eksekutif tingkat Jurusan
  • Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM)
  • Komite Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM)
Dalam hal ini DPM yang memiliki sifat sebagai lembaga legislatif mahasiswa di tingkat Fakultas dan berfungsi untuk menjembatani aspirasi mahasiswa, nyatanya masih terlalu "tumpul" saat berhadapan dengan kerakusan pihak kampus. Biaya DPP yang setiap tahunnya meningkat tanpa penjelasan berarti dari pihak kampus sama sekali tidak menggerakkan DPM untuk melakukan inisiatif Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menjelaskan persoalan tersebut.

Terkait dengan kebijakan kenaikan biaya DPP yang ditetapkan oleh kampus, DPM lebih memilih bungkam padahal lembaga perwakilan mahasiswa ini memiliki fungsi untuk terlibat aktif dalam menentukan kebijakan-kebijakan Fakultas yang berkaitan erat dengan kepentingan-kepentingan mahasiswa. Sejauh ini banyak mahasiswa menilai bahwa DPM mewajarkan soal kenaikan biaya DPP tanpa harus dipertanyakan lebih lanjut. Layaknya sebuah rutinitas, apakah DPM hanya berperan aktif dalam kepanitiaan advokasi antara mahasiswa dengan pihak Fakultas saat masa UTS/UAS saja?

Stagnasi berlaku juga bagi BEM dan HMJ sebagai Lembaga Eksekutif di tingkat Fakultas dan Jurusan yang sama-sama berfungsi menyalurkan aspirasi mahasiswa. Mereka seperti tidak mempunyai kesadaran akan tuntutan yang mendesak perihal biaya DPP yang semakin memberatkan mahasiswa/calon mahasiswa. Menurut konstitusi, jelas mereka pun bisa menyelenggarakan RDP apabila adanya permintaan sekurang-kurangnya setengah dari ketua angkatan masing-masing jurusan, atau para Badan Pengurus Harian masing-masing Lembaga Kemahasiswaan FISIP Unpas, yang berarti RDP tidak hanya tergantung atas inisiatif DPM semata. Jelaslah bahwa dinamika perpolitikan di FISIP Unpas masih belum mempunyai konsepsi yang dewasa akan kepentingan pokok mahasiswa dan juga gagal bertindak sebagai wakil mahasiswa baik di ranah Fakultas maupun Jurusan. Is Democracy Working?

BEM, DPM, HMJ bungkam soal DPP, tapi lain cerita bila Fakultas mengancam hegemoni kekuasaan mereka. Lihat saja rencana sistem E-vote di Pemira, pejabat Fakultas langsung ‘diseret’ untuk menghadiri RDP yang diselenggarakan oleh mereka. Paradoks semakin jelas, apakah E-vote lebih mengganggu ketimbang DPP?

“Politik dalam bentuk yang paling buruk adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri,” kata Peter Merkl, ilmuan politik asal Jerman. Tentu mahasiswa FISIP Unpas tidak berharap para wakilnya bertindak seperti itu, meskipun kenyataan menunjukan kecenderungan-kecenderungan yang demikian dalam perpolitikan mahasiswa di FISIP Unpas?

Lalu bagaimana dengan KPUM sebagai penyelenggara Pemira? Mereka yang sejatinya punya otoritas menyeleksi calon wakil mahasiswa ternyata masih pasif untuk mengambil peran dalam dinamika politik mahasiswa. KPUM yang punya wewenang mengatur dan menjalankan UU Pemira sudah seharusnya menciptakan aturan-aturan yang lebih ketat pada seleksi calon Ketua Umum yang akan duduk di Lembaga Legislatif ataupun Eksekutif. Mereka yang akan menjadi wakil mahasiswa di tingkat Fakultas dan Jurusan tidak boleh dinilai hanya dari ketentuan-ketentuan formal semata melainkan harus dilihat dari segi-segi integritas, kompetensi, dan dimensi etis sekaligus karena orang-orang yang akan menjadi wakil mahasiswa harus mampu melindungi kepentingan mahasiswa dari motif kapilatistik Fakultas, Universitas, dan Paguyuban.

Begitu pun dengan lembaga pers di FISIP Unpas yaitu BPPM Pasoendan yang sejauh ini belum memainkan peran vitalnya selaku ‘lidah’ mahasiswa. Sebagai lembaga pers, mereka tidak boleh dibiarkan tidur dengan tenang begitu saja. Terutama karena BPPM secara normatif adalah lembaga independen yang diisi oleh individu-individu yang terbebas dari kepentingan politik praktis, tetapi dalam konteks pragmatis BPPM sangat erat kaitannya dengan fenomena sosial-politik FISIP Unpas, sama halnya seperti KPUM yang dapat mempengaruhi infrastruktur politik dalam rangka membangun suprastruktur politik yang ideal.

BPPM sebagai lembaga pers mahasiswa yang merupakan wadah informasi sudah seharusnya tidak ikut tutup mulut terkait biaya DPP yang semakin memberatkan mahasiswa. Saluran berita seputar kampus sebaiknya tidak hanya menyuguhkan informasi-informasi picisan yang tidak dapat memberikan impuls terhadap dinamika sosial-politik FISIP Unpas. Dalam hal ini BPPM sebagai lembaga independen dan juga selaku penunjang sistem demokrasi harus berani mengkritisi kebijakan-kebijakan kampus yang tidak rasional seperti menaikan biaya DPP setiap tahunnya tanpa transparansi perhitungan yang jelas, juga berkewajiban ‘menyentil’ wakil-wakil mahasiswa yang impoten agar mau bergerak dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan pokok mahasiswa. Apabila dewasa ini BPPM tidak memiliki kesadaran untuk berperan sebagai oposisi, kenapa tidak berjabat tangan saja dengan kekuasaan, dan katakan bahwa kenaikan biaya DPP adalah hal yang wajar?

Bersambung ke "Kesadaran Politik Mahasiswa adalah Persoalan Mendesak"

No comments