Header Ads

Penciptaan Media Alternatif, Sebagai Bentuk Perlawanan Kapitalisme


Carut-marut globalisasi dan hiruk-pikuk metropolis sering menyeret kita menjadi nomad pemuja tubuh, petarung kapital, atau penjilat kekuasaan...Jati diri terlupa dan hidup menjadi banal, tanpa makna,” F. Budi Hardiman.
Opini, Ilyas -- Kapitalisme telah mengubah manusia menjadi objek dan komoditi, yang dieksploitasi tenaga kerjanya demi memperoleh upah untuk melangsungkan kehidupannya. Hal ini bukan merupakan kejadian yang begitu saja tejadi, namun merupakan sebuah keadaan yang sengaja diciptakan. Melalui akumulasi primitif (penyerobotan lahan, pengklaiman lahan) yang seringkali di dukung oleh lembaga institusi negara melalui alat negaranya, proses ini bisa berlangsung hingga saat ini dan terus memakan korban yaitu, ia si miskin.

Juga melalui proses itulah manusia teralienasi (terpisah, terasing) dari alat dan faktor produksinya. Hal ini menyebabkan ia yang tercerabut dari faktor dan alat produksinya, dengan terpaksa menjual tenaga kerjanya kepada si pemodal. Dengan skill dan pengetahuan yang minim mengenai dunia tempat ia menjual tenaganya, serta kebutuhan menghimpit karena harus melangsungkan kehidupan, membuat harga tawar tenaga kerjanya begitu murah dihadapan pemodal, sedangkan di lain pihak si miskin harus memutar otak untuk tetap melangsungkan kehidupan dengan upah seadanya.

Di era sekarang bentuk-bentuk eksploitasi ini begitu plural dan seringkali tidak disadari. Melalui perangkat kapitalistiknya seperti media, pendidikan, ideologi dsb. Para pemodal ini mempengaruhi mindset dan mengontrol lini kehidupan kita.

Peran Media dalam Membentuk ‘Kesadaran Palsu’

“Kita tidak memandang dunia sebagai sesuatu yang netral obyektif, melainkan dengan cara bahwa dunia ini ditentukan oleh seperangkat sikap yang secara alamiah kita terima begitu saja (taken for grante).” –Gramsci

Ketika pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden George Bush menginvasi dan menduduki Irak pada 2003, isu yang mereka lontarkan adalah Presiden Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal yang setiap saat bisa digunakan untuk menyerang Amerika. Ketika pemerintah Orde Baru membubarkan diskusi, membakar buku, dan meculik para aktivis isu yang digelontorkan adalah bahaya laten komunisme. Ketika ormas fasis dan aparat mengepung asrama mahasiswa Papua ketika berlansung aksi damai di Yogyakarta, isu yang di gemborkan adalah pemberontakan.

Kesemua itu merupakan contoh bagaimana kelas yang berkuasa menggunakan peran media untuk menjalankan kepentingannya. Lewat sebuah informasi yang mereka hadirkan, mereka berhasil menyuguhkan sebuah ‘gambaran hidup’ yang kemudian disepakati oleh bersama. Dengan demikian nilai-nilai baik moral maupun politik hanya dimiliki oleh ia yang berkuasa. Kemudian hal ini dianggap sebagai sesuatu yang masuk akal dan merupakan hal alami untuk memandang sesuatu sesuai dengan apa yang telah media bentuk.

Dalam kasus kapitalisme hari ini, kelas berkuasa berhasil menyuguhkan ‘gambaran hidup’ itu salah satunya lewat tayangan televisi, seperti iklan-iklan yang mengambarkan bahwa kesuksesan hidup adalah memiliki segala apa yang kita mau. Contoh lainnya adalah acara motivasi yang terus menyediakan ‘bahan bakar’ berupa dorongan untuk menganggap wajar eksploitasi yang dilakukan kelas yang berkuasa. Lewat anjuran-anjuran untuk bekerja lebih keras walaupun sudah melewati jam kerja normal, mereka berhasil membuat tampak normal penhisapan tersebut.

Lewat proses kontruksi sosial ‘gambaran hidup’ itu berhasil disuguhkan oleh kelas yang berkuasa kehadapan muka kelas yang dikuasai. Bungin (2010) menjelaskan bahwa posisi “kontruksi sosial media massa”  adalah mengoreksi substansi kelemahan dan melengkapi “kontruksi sosial media massa”  atas “kontruksi sosial atas realitas”. Namun menurut Apriadi Tamburaka dalam bukunya Agenda Setting Meadia Massa, proses simultan itu tidak berlangsung secara tiba-tiba, melainkan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

  • Tahap menyiapkan materi kontruksi
Menyiapkan materi kontruksi adalah sosial media massa adalah tugas redaksi media masssa, yang didistribusikan kepada desk editor sebuah media, disesuaikan dengan visi dan kebutuhan sebuah media. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi kontruksi sosial (1) keberpihakan media massa kepada kapitalisme; (2) keberpihakan semu kepada masyarakat dan ; (3) keberpihakan kepada kepentigan umum.
Tidak jarang dalam menyiapkan sebuah materi pemberitaan terjadi pertukaran, kepentingan di antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan sebuah pemberitaan, membeli halaman-halaman tertentu atau jam-jam siaran tertentu dengan imbalan pertukaran, bukan saja uang dan materi lain, akan tetapi bisa jadai sebuah blow-up atau pencitraan terhadap pihak yang bersangkutan.
Seperti AS dibawah kepemimpinan George Bush yang melontarkan isu bahwa Presiden Saddam Hussein meiliki senjata pemusnah massal. Dengan mengirimkan press release, melakukan conference pers, dan mengundang media untuk melakukan publikasi.
  • Tahap sebaran kontruksi
Pada umumnya, sebaran kontruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, di mana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain, kecuali mengonsumsi informasi itu. Model satu arah ini terutama terjadi pada media cetak. Sedangkan media elektronik khususnya radio, bisa dilakukan dua arah, walaupun agenda setting kontruksi masih didominasi oleh media.

  • Tahap pembentukan kontruksi
Tahap pembentukan kontruksi berlangsung melalui tiga tahapan, yaitu (1) Kontruksi realitas pembenaran, dimana media massa berhasil mengkontruksi apa saja yang mereka hadirkan sebagai suatu kebenaran. (2) Kesediaan dikontruksi oleh media massa, ini merupakan hasil dari tahapan sebelumya, sehingga ia bersedia untuk dikontruksi pikiraanya lewat media massa. Ketika masyarakat telah memiliki kepercayaan terhadap apa yang dikemukakan media sebagai suatu kebenaran dan sudah rela untuk menerima proses kentruksi tersebut, maka tahap ketiga terbentuk. (3) Sebagai pilihan konsumtif, tiada hari tanpa menonton televisi, membaca koran dan mendengarkan radio.

  • Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan dimana pihak media maupun pembaca dan pemirsa mengajukan alasan-alasannya kenapa ia terlibat dapat proses kontruksi tersebut. Bagi media tahapan ini perlu memberikan argumentasi terhadap kontruksi sosial. Bagi pembaca dan pemirsa tahap ini adalah alasan mengapa mereka bersedia hadir dalam kontruksi sosial.

Walaupun begitu kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang dapat diakses seseorang sewaktu-waktu. Disisi lain kehidupan modern menghendaki pribadi yang sering berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa.

Zine Sebagai Alternatif  dari Arus Media Mainstream.

Pertama kali saya mengenal zine adalah lima tahun lalu ketika kakak saya membawa beberapa tumpuk zine ke rumah. Disitulah pertama kali perkenalan saya dengan dunia zine. Lewat perkenalan itulah saya tahu bahwa zine adalah sebuah kultur D.I.Y punk sebagai upaya untuk menyediakan media alternatif. Sebenarnya zine berasal dari kata fanzine, yang merupakan singkatan dari fan magazine sebagai tanggapan terhadapa magazine yang biasanya diisi oleh hal-hal yang negatif.
Zine pada awal kemunculannya yaitu 1930an zine pertama kali tidak diisi oleh persoalan politik, budaya, ataupun musik, tetapi berbicara soal tema-tema fiksi ilmiah. Kemudian pada perkembangaanya kultur punk juga ikut menyumbangkan banyak hal kepada fanzine, seperti jenis estetika baru, penuh dengan seni potong tempel yang tidak mengindahkan hak cipta dan orisinalitas. Juga etos D.I.Y atau Do it Yourself yang menekankan semangat kemandirian dan kerjasama, menolak untuk bergantung dengan struktur yang ada.

Akibat meledaknya punk dan munculnya mesin fotokopi, maka zine pun makin menjamur dimana-mana. Zine punk pertama lahir di London, pada 4 juli 1976 bersamaan dengan debut Ramones, yaitu Sniffin' Glue yang dieditori oleh Mark Perry. Lalu tahun selanjutnya baru muncul di Los Anggeles, yaitu Slash dan Flipside. Kemudian ada Maximum RocknRoll yang memulai eksistensinya dari sebuah acara underground di radio yang kemudian menjadi sebuah zine. Dan mulailah bermunculan zine-zine yang mengakar pada scene punk, seperti Punk Planet, Profane Existance, Slug And Lettuce, Heart Attack, dan banyak lagi lainnya.

Sekarang zine semakin berkembang dengan pesatnya. Bentuk-bentuk yang ada tidak lagi seperti diawal kelahiranya. Banyak juga zine yang kini lebih mirip majalah-mini dengan sentuhan personal. Banyak juga yang bersirkulasi lebih luas dan mulai dikelola secara profesional. Tapi hal yang tetap dipertahankan dari perkembangan yang ada adalah semangat diawal kelahirannya, sebagai media alternatif. Banyak juga zine yang berubah menjadi webzine diantaranya, Boingboing, Dead Sparrow, Noise Attack. Ada juga yang berbentuk e-zine. Zine-zine ini tidaklah lagi membutuhkan kertas dan tinta. Hal yang membedakan antara webzine dan e-zine adalah webzine berbasis website dan tampilannya hanya bisa dilihat di internet, sedangkan e-zine bisa di download dan dicopy sebagai file data.

Akhir kata semangat Do It Yourself ini perlulah terus digelorakan, karena lewat itulah kita tidak tergantung dengan apa yang sudah disediakan oleh kelas yang berkuasa ini dan melalui itulah kita tidak terjebak dalam ‘gambaran hidup’ yang telah para kapitalis ini jejalkan di media arus mainstream. Membaca adalah melawan!!

Tamburaka, Apriadi. 2012. Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers
sangkakalam.blogspot.com/2010/08/zine-asal-kata-sejarah-dan-perkembangan_17.html?m=1\
Robert Leckaham & Borin van Loon. 2008. KAPITALISME, Teiori dan Sejarah Perkembangan. Yogyakarrta: Resist Book.

Ilyas Gautama 
Mahasiswa Admnistrasi Negara FISIP Unpas 2015


No comments